Sebenarnya
konsep Aswaja ini telah mapan di kalangan ulama dahulu yang semestinya
saat ini tidak memerlukan perdebatan panjang mengenai siapa yang
disebut kelompok Aswaja itu. Hanya saja umat Islam perlu memahami
kembali akidah Aswaja dalam konteks sekarang ini dengan tujuan untuk
lebih memantapkan pemahaman kita terhadap akidah, pemikiran dan
tantangannya. Hal
ini penting, sebab bisa terjadi seseorang mengaku Sunni, tetapi di luar
pengetahuannya ia sebenarnya bukan pengikut Sunni sejati.
Identitas
sebagai kelompok Sunni terkadang diperebutkan, terkadang pula
disempitkan konsepnya. Identitas ini diperebutkan, sebab kelompok ini
yang disebut para ulama dahulu sebagai kelompok yang setia memegang
ajaran Islam. Karena pandangan yang terlalu rigid dan sentimen kepada kelompok lain, sehingga konsep Aswaja kadang dipersempit untuk ‘jama’ah’-nya sendiri.
Dalam hadis tersebut dikatakan bahwa, golongan yang selamat (al-firqah al-najiyah) adalah golongan yang disebut oleh Nabi Muhammad SAW dengan sebutan al-jama’ah. Dalam riset para mutakallimun (teolog Islam) terdahulu menyimpulkan bahwa kelompok al-jama’ah ini-lah
yang disebut Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Ciri, ideologi, dan
ajaran-ajarannya sangat tepat disematkan kepada kelompok Aswaja ini,
daripada kelompok-kelompok (firqah) lainnya.
Perbedaan
di antara kaum muslimin itu sesuatu yang wajar, akan tetapi
penyimpangan akidah itu yang tidak boleh dibiarkan. Sebab, semua ulama’
Ahlus Sunnah sepakat dalam perkara-perkara ushul,tapi berbeda dalam furu’. Mereka diperboleh berbeda dalam urusan fiqhiyyah tapi tidak bisa didiamkan jika berdebat dalam urusan ‘aqa’idiyyah (Mafhum Ahlus Sunnah, hal. 25). Oleh sebab itu, seorang Sunni tidak membesar-besarkan urusan furu’iyyah.
Membesar-besarkan
persoalan yang tidak prinsipil –agar umat Islam terpecah-pecah– adalah
salah satu agenda orientalis, sebagaimana diakui sendiri oleh tokohnya
Montgomery Watt (Jurnal Islamia no 3 Desember:2005 hal. 14). Jika umat
Islam berselisih, akan mudah untuk ditaklukkan oleh Orientalis.
Berkenaan dengan klaim Ahlus Sunnah, kita
harus mengkoreksi diri secara jujur dan ilmiah (merujuk pada
ulama'-ulama' mujtahid yang diakui dan disepakati oleh ijma'). Apakah
termasuk Ahlus Sunnah wal Jamaah atau bukan, apakah telah menjadi
seorang Sunni yang baik atau fasiq.
Secara
sederhana, parameter ke-Ahlus Sunnah wal Jamaah-an seseorang dapat
dilihat dari komitmennya pada Al-Qur’an, Hadis, Ijma’ dan Qiyas. Keistiqamahan
mengikuti parameter ini diwujudkan dengan menganut kepada salah satu
Imam madzhab empat yaitu Imam Maliki, Hambali, Syafii dan Hanafi. Di
luar itu, bukan termasuk pengikut Ahlus Sunnah wal Jamaah. Oleh
karenanya patutlah kita memegang erat-erat akidah ini, lebih-lebih saat
ini yang semakin banyak muncul aliran-aliran sempalan.
Sebagaimana
yang telah disabdakan Nabi SAW, bahwa umat Islam kelak akan terpecah
menjadi 73 golongan, kaum Yahudi terpecah menjadi 71 golongan dan
Nasrani terpecah belah menjadi 72 golongan. Di antara 73 golongan
tersebut hanya satu yang selamat yaitu golongan al-jamaah (HR.
Turmudzi, abu Dawud, dan Ahmad). Hadis ini selain shahih juga
mutawatir. Syaikh Abdul Qahir al-Baghdadi menyebut bahwa hadis iftiraq
ini diriwayatkan oleh banyak perawi, seperti Anas bin Malik, Abu
Huroiroh, Abu Darda’, Jabir, Abu Said al-Khudri, Ubay bin Ka’ab,
Abdullah bin Umar bin Ash dan para Khulafa al-Rasyidun juga
meriwayatkan hadis ini. Golongan al-Jama’ah inilah yang saat ini disebut Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Dalam riwayat lain Rasulullah SAW menyatakan bahwa golongan yang selamat al-Firqah al-Najiyah
adalah mereka yang mengikuti Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
Kemudian Rasulullah SAW memberi petunjuk bahwa golongan yang selamat
ini adalah golongan yang terbanyak (al-Sawad al-‘Adzam). Dan
hingga sekarang Ahlus Sunnah wal Jamaah menjadi golongan terbanyak.
Jumlah pengikut Sunni mendominasi semua negara-negara muslim di dunia,
terkecuali Iran dan Irak yang mayoritas penduduknya penganut Syiah.
Dalam
suatu riwayat Rasulullah SAW menyebut akan datang golongan dari umatnya
yang perbuatannya sangat bertentangan dengan ajarannya. Seikh Abdul
Qahir Al-Baghdadi dalam Al-Farqu Bayna al-Firaq mengidentifikasi,
bahwa umumnya golongan sesat di luar Ahlus Sunnah wal Jama'ah selalu
mencaci sahabat. Misalnya, Qadariyah mencerca sahabat Ibnu Mas’ud dan
mencaci fatwa Umar, Ali dan Usman disebabkan fatwa-fatwa dan hadis yang
diriwayatkannya bertentangan degan akidah Qadariyah terutama dalam
masalah takdir.
Golongan
Khawarij mengkafirkan Ali, kedua putranya (Hasan dan Husein), Ibnu
Abbas, Abu Ayyub al-Ansari, Usman, ‘Aisyah, Talhah dan Zubeir. Bahkan
Syi’ah mengkafirkan hampir semua sahabat kecuali Ali, Hasan, Husein,
Salman al-Farisi, Migdad, dan Abu Dzar al-Ghifari. Sementara firqah lainnya seperti Jahmiyah, Najjariyah dan Bakariyah juga menentang pendapat beberapa sahabat.
Hal
ini berbeda dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Para Ulama’nya sepakat
bahwa semua sahabat adalah adil. Mereka selalu mengikuti jalan
Rasulullah SAW. Dalam suatu hadis disebutkan salah satu ciri golongan
yang selamat adalah konsisten mengikuti ajaran Rasulullah SAW dan
sahabatnya. Di antara ciri-ciri yang lain al-firqah al-najiyah yang disebut al-Baghdadi di antaranya adalah:
1. Mengakui dan mengimani sepenuhnya bahwa Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Esa
tidak ada sekutu bagi-Nya.
2. Mengakui dan mengimani bahwa nabi Muhammad SAW sebagai Nabi-Nya.
3. Mengakui dan mengimani bahwa Al-Qur'an adalah firman Allah SWT dan bukan makhluk
seperti anggapan muktazilah, orientalis dan Islam Liberal.
4. Mengakui dan mengimani bahwa Al-Qur'an yang benar adalah Mushaf Utsmaniy, yaitu
Al-Qur'an yang ada di tangan umat Islam ini, bukan Al-Qur'an Fathimah sebagaimana
diyakini Syi'ah dan bukan pula Tadzkirah (Al-Qur'an yang diyakini agama Ahmadiyah).
5. Tidak menambah, mengurangi, merobah atau memalsukan Al-Qur'an atau membuat
Al-Qur'an sendiri.
6. Menerima dan mengakui serta menjadikan hadis Nabi SAW, sebagai landasan hukum yang
kedua setelah Al-Qur'an dan tidak pula mengingkari.
7. Mengimani dan mempercayai bahwa Rukun Islam yang benar ada lima dan menolak
segala bentuk Rukun Islam buatan manusia.
8. Mengimani dan meyakini bahwa Rukun Iman yang benar ada enam dan
menolak segala bentuk Rukun Iman palsu.
9. Mengimani dan meyakini bahwa ibadah Haji umat Islam adalah di Baitullah
(Ka'bah) Makkah al-Mukarramah. Dan menolak segala anggapan yang mengatakan
bahwa tempat Ibadah Haji selain di Makkah adalah di Qum (Teheran Iran),
di Lahore (India) dan tempat-tempat lainnya.
10. Mengimani dan meyakini bahwa Allah SWT mempunyai nama-nama dan sifat-sifat yang
patut bagi kebesaran-Nya, dan menolak segala anggapan yang mengatakan bahwa Allah
SWT tidak mempunyai sifat dan nama-nama. Dan bahkan ada di antara mereka yang
mengharamkan membaca sifat-sifat Allah SWT.
11. Mengimani dan meyakini bahwa nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir penutup para
nabi dan rasul dan menolak semua nabi-nabi palsu.
12. Mencintai dan menghormati keluarga Nabi SAW (Ahlul Bait) secara wajar dan proposional.
13. Mencintai dan menghormati sahabat Nabi SAW termasuk kepada Khalifah yang empat
secara wajar, tidak berlebihan dan tidak membenci salah satu di antara mereka dan
mengkultuskan yang lainnya.
14.Mengimani dan mempercayai bahwa Rasulullah SAW, Isra' dan Mi'raj dengan jasad
dan ruh.
15. Mengimani dan meyakini adanya siksa dan nikmat kubur.
16. Mengimani dan meyakini adanya hari kebangkitan.
17. Mengimani dan meyakini adanya Shirat (sebuah jembatan atau titian yang melintang di
atas neraka Jahannam). Dan menolak segala anggapan kaum orientalis, sekularis, Islam
Liberal yang mengatakan bahwa Shirat itu tidak ada.
18. Mengimani dan meyakini adanya Mizan (Timbangan amal manusia di akhirat kelak).
19. Mengimani dan meyakini ada dan telah adanya surga dan neraka, serta menolak
anggapan muktazilah yang mengatakan bahwa surga dan neraka tidak ada dan tidak
akan pernah ada.
20. Mengimani dan meyakini bahwa Allah SWT dapat dilihat oleh penduduk surga di akhirat
kelak.
21. Mengimani dan meyakini bahwa umat Islam dari umat Nabi Muhammad SAW bila telah
meninggal dunia masih mendapat manfaat dari amal perbuatannya semasa hidup.
Sementara, orang yang masih hidup menghadiahkan pahala kepada yang telah meninggal
adalah masalah yang menjadi perdebatan Ahlus Sunnah.
22. Tidak membuat syari'at atau ajaran agama sendiri dengan mengatasnamakan Islam,
dan menjadikan pemimpin alirannya sebagai nabi atau mempunyai otoritas kenabian
atau bahkan menganggapnya mempunyai otoritas ketuhanan.
Secara garis besar, kelompok Aswaja dibagi menjadi tiga kelompok besar. Yaitu al-Atsariyyah, al-‘Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah. Imam al-Safarini mengatakan bahwa pemimpin kelompok Al-Atsariyyah ini adalah Imam Ahmad bin Hambal. Al-‘Asyariyah dipimpin oleh Imam Abu Hasan al-‘Asyari, dan al-Maturidiyyah imamnya adalah Abu Mansur al-Maturidi (Mafhum Ahlus Sunnah, hal. 39-40).
Sebagai al-firqah al-Najiyah, Ahlus Sunnah wal Jamaah tidak stagnan pada konsep-konsep teologis. Tapi, Ahlus Sunnah secara dinamis berjalan sebagai ajaran murni yang berkembang sesuai tantangan dan bidang-bidang furu’iyah.
Hal inilah yang menyebabkan Ulama’ Ahlu Sunnah terbagi menjadi beberapa
macam sesuai dengan bidang dan tantangan yang dihadapi. Mereka terbagi
dalam beberapa bidang kajian, di antaranya adalah:
1. Ulama yang menekuni bidang tauhid, nubuwah, hukum-hukum akhirat (ancaman, pahala
dan siksa). Mereka juga menekuni ilmu Kalam yang murni dari kesesatan.
2. Para ahli fikih dan hadis, di antaranya Imam Maliki, Hambali, Syafi’i, Hanafi, Imam Auza’I
dan Imam Sofyan al-Tsauri.
3. Ulama’ yang menekuni Ilmu sanad hadis dan menimbang antara hadis shahih dan tidak
shahih.
4. Ulama’ yang khusus menekuni bidang gramatika Bahasa Arab dan Sastra seperti
Imam Sibawaih, Khalil bin Ahmad, Abu Umar bin al-‘Ala, Imam Fara’ dan al-Akhfash.
5. Ulama’ yang ahli ilmu baca al-Qur’an dan tafsirnya, seperti Ibnu Katsir,
Imam Qurtubi, Imam Hafs, Imam Ashim dan lain-lain.
6. Para ahli tasawuf dan mendalami ilmu hati dan akhlak seperti al-Ghazali,
Imam Junaid, Abdul Qadir al-Jailani dan lain-lain.
7. Para ulama’ yang konsern terhadap jihad membela kaum muslimin.
1. Ulama yang menekuni bidang tauhid, nubuwah, hukum-hukum akhirat (ancaman, pahala
dan siksa). Mereka juga menekuni ilmu Kalam yang murni dari kesesatan.
2. Para ahli fikih dan hadis, di antaranya Imam Maliki, Hambali, Syafi’i, Hanafi, Imam Auza’I
dan Imam Sofyan al-Tsauri.
3. Ulama’ yang menekuni Ilmu sanad hadis dan menimbang antara hadis shahih dan tidak
shahih.
4. Ulama’ yang khusus menekuni bidang gramatika Bahasa Arab dan Sastra seperti
Imam Sibawaih, Khalil bin Ahmad, Abu Umar bin al-‘Ala, Imam Fara’ dan al-Akhfash.
5. Ulama’ yang ahli ilmu baca al-Qur’an dan tafsirnya, seperti Ibnu Katsir,
Imam Qurtubi, Imam Hafs, Imam Ashim dan lain-lain.
6. Para ahli tasawuf dan mendalami ilmu hati dan akhlak seperti al-Ghazali,
Imam Junaid, Abdul Qadir al-Jailani dan lain-lain.
7. Para ulama’ yang konsern terhadap jihad membela kaum muslimin.
Mereka
semua adalah berakidah Ahlus Sunnah. Hanya saja, bidang kajian mereka
berbeda-beda. Para ulama’ tersebut di atas berbeda dalam hal masalah furu’iyah dan semuanya mempunyai pandangan satu dalam bidang ushul (akidah) sebab mereka beriltizam (komitmen) terhadap al-Qur’an, Hadis, Ijma dan Qiyas. Karena ini adalah prinsip yang terpelihara.
Berkenaan
dengan itu, ke- Ahlus Sunnah wal Jamaah-an seseorang tidak selalu
identik dengan keanggotaannya pada suatu kelompok, golongan dan
organisasi tertentu. Memang banyak organisasi yang menyatakan diri
sebagai Ahlus Sunnah wal Jamaah. Tetapi, hal itu bukanlah berarti
seseorang yang tidak masuk organisasi itu kemudian secara otomatis dan
pasti diklaim sebagai bukan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Sebaliknya tidak
semua yang masuk ke dalam organisasi itu, otomatis menjadi seorang
Ahlus Sunnah wal Jamaah yang seratus persen baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar