Senin, 02 April 2012

KITAB TAUHID DURUTS TSAMIN


Alhamdulillah, atas sekalian nikmat-Nya yang selalu tercurah bagi hamba yang jahil dan lemah ini yang diberi-Nya kesempatan untuk menyelesaikan penterjemahan kitab ini walaupun dengan keadaan hamba yang jahil, malas dan menyibukkan diri dengan perkara lain sehingga menjadikan proses menterjemahan ini memakan waktu yang lama. Sholawat dan salam atas penghulu kita Nabi Muhammad dan demikian pula untuk keluarga dan sahabatnya sekalian sebanyak huruf yang tertulis dan tinta yang terpakai.
Amma ba'du, (adapun kemudian dari itu) inilah kitab yang membahas tentang permasalahan 'aqidah yang begitu melekat di hati hamba, sehingga sudah lama sekali keinginan untuk memterjemahkannya tergerak di hati hamba, tetapi karena kekurangan ilmu dan pemahaman sehingga lama hamba menahan diri. Adapun disini hamba beranikan karena mengharapkan taufiq dari Allah dan memohon pada-Nya dengan kemegahan Nabi Muhammad j dan dengan adanya bantuan yang sangat besar dari guru-guru hamba terutama Almarhum Mu'allim Muhammad Alamsyah Nasution Tembung (Al-fatihah). Berharap hamba kiranya terjemahan ini bermanfaat untuk kaum Muslimin yang ingin memahami 'aqidah Ahlus-sunnah yang sebenarnya dengan bahasa Indonesia karena banyak kitab Ahlus-sunnah dalam bahasa Arab dan Melayu yang sulit dipahami oleh yang tidak memahami bahasanya, sementara di Negeri ini sekarang banyak sekali buku-buku dengan paham Mujassimah dan juga Syi'ah yang karena mereka memiliki sumber dana dan penerbit sendiri menjadikan buku-buku mereka merajai toko-toko buku. Perkara ini sungguh sangat merisaukan hamba sehingga ini juga sebab mengapa hamba beranikan diri dengan segala kebodohan dan kekurangan ilmu hamba.
Pada pengantar ini sedikit akan hamba jelaskan tentang Ahlussunnah wal Jama'ah (ASWAJA) yang sebenarnya karena banyaknya orang yang mengaku dengan Ahlussunnah wal Jama'ah sehingga mengelirukan orang awam. Istilah Ahlu Sunnah wal Jama'ah” diambil dari kata Ahlu” yang berarti keluarga atau famili. Sedangkan Sunnah” artinya jalan, tabi'at atau peri-kehidupan. Jama'ah” artinya sekumpulan. Kemudian istilah Ahlu Sunnah” lebih populer disebut dengan penganut Sunnah Nabi Muhammad j dan istilah Jama'ah” artinya penganut keyakinan sahabat-sahabat Nabi j. Jadi yang dimaksud dengan kaum Ahlu Sunnah wal Jama'ah adalah kaum yang meng-anut i'tiqad/keyakinan sebagaimana i'tiqod Nabi Muhammad j dan para sahabatnya. I'tiqod Nabi dan sahabat-sahabatnya tersebut telah termaktub dalam Al-Qur'an dan Sunnah Rasul secara terpencar-pencar, belum tersusun rapi dan teratur, kemudian dikumpulkan dan dirumuskan dengan rapi oleh seorang ulama besar Syeikh Abu Hasan al-Asy'ari (Bashroh 260-324 H). Hasil rumusan beliau itu terwujud berupa kitab Tauhid yang dijadikan pedoman oleh kaum Ahlu Sunnah wal Jama'ah. Karena itu pulalah kaum Ahlu Sunnah wal Jama'ah disebut juga dengan kaum Asy'ariyyin atau kaum Asy'ariyah, dihubungkan kepada Imam Abu Hasan al-Asy'ari.
Pelopor Ahlussunnah yang lain adalah Abu Manshur al-Maturidy. Hal ini disebutkan oleh Al-'Allamah az-Zabidy didalam sebuah kitabnya ittihaf Sadat al-muttaqin, merupakan syarah dari kitab Ihya 'Ulumiddin Imam al-Ghadzali :
اِذَا أُطْلِقَ أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ فَالْمُرَادُ بِهِمُ الْأَشَاعِرَةُ وَالْمَاتُرِدِيَّةُ
Artinya : Apabila disebutkan kata Ahlu Sunnah wal Jama'ah, maka maksudnya ialah orang-orang yang mengikuti rumusan (paham) Imam Asy'ari dan Al-Maturidy”.
Karenanya sebagai kunci bahwa yang dikatakan oleh Ahlu Sunnah wal Jama'ah itu ialah golongan Islam yang dalam bidang tauhidnya mengikuti ajaran Imam Asy'ari dan Imam Maturidy, sedang-kan dalam bidang fiqih mengikuti ajaran salah satu dari Mazhab yang empat.
Banyak sekali bukti-bukti tekstual, baik dari al-Qur’an maupun dari hadits, memberikan isyarat akan kebenaran akidah Asy’ariyyah sebagai akidah Ahlussunnah Wal Jama’ah. Oleh karena sangat banyak, maka saya tidak hendak mengutip semuanya, namun paling tidak beberapa yang akan kita sebutkan di bawah ini adalah sebagai kabar gembira bagi orang-orang yang memegang teguh akidah Asy’ariyyah bahwa mereka berada di dalam kebenaran.
Dalam al-Qur’an Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ (المائدة: 54(
Artinya : “Wahai sekalian orang beriman barang siapa di antara kalian murtad dari agamanya, maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Dia cintai dan kaum tersebut mencintai Allah, mereka adalah orang-orang yang lemah lembut kepada sesama orang mukmin dan sangat kuat (ditakuti) oleh orang-orang kafir. Mereka kaum yang berjihad dijalan Allah, dan mereka tidak takut terhadap cacian orang yang mencaci-maki”. QS. al-Ma’idah: 54
Dalam sebuah hadits Shahih diriwayatkan bahwa ketika turun ayat ini, Rasulullah j memberi-tahukan sambil menepuk pundak sahabat Abu Musa al-Asy’ari, seraya bersabda: “Mereka (kaum tersebut) adalah kaum orang ini!”.
Dari hadits ini para ulama menyimpulkan bahwa kaum yang dipuji Allah dalam ayat di atas tidak lain adalah kaum Asy’ariyyah. Karena sahabat Abu Musa al-Asy’ari adalah moyang dari al-Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari.
Dalam penafsiran firman Allah di atas: (Maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Dia cintai dan kaum tersebut mencintai Allah) QS. Al-Ma’idah: 54, al-Imam Mujahid, murid sahabat ‘Abdullah ibn ‘Abbas, berkata: “Mereka adalah kaum dari negeri Saba’ (Yaman)”. Kemudian al-Hafizh Ibn ‘Asakir dalam Tabyin Kadzib al-Muftari menambahkan: “Dan orang-orang Asy’ariyyah adalah kaum berasal dari negeri Saba’” (Tabyin Kadzib al-Muftari Fi Ma Nusiba Ila al-Imam Abi al-Hasan al-Asy’ari, h. 51).
Penafsiran ayat di atas bahwa kaum yang dicintai Allah dan mencintai Allah tersebut adalah kaum Asy’ariyyah, telah dinyatakan pula oleh para ulama terkemuka dari para ahli hadits lainnya, selain al-Hafizh Ibn ‘Asakir. Namun, lebih dari cukup bagi kita bahwa hal itu telah dinyatakan oleh al-Imam al-Hafizh Ibn ‘Asakir dalam kitab Tabyin Kadzib al-Muftari. Beliau adalah seorang ahli hadits terkemuka (Afdlal al-Muhaditsin) di seluruh daratan Syam (sekarang Siria, Palestina, Lebanon, Yordania) pada masanya.
Al-Imam Tajuddin as-Subki dalam Thabaqat asy-Syafi’iyyah menuliskan:
“Ibn ‘Asakir adalah termasuk orang-orang pilihan dari umat ini, baik dalam ilmunya, agamanya, maupun dalam hafalannya. Setelah al-Imam ad-Daraquthni tidak ada lagi orang yang sangat kuat dalam hafalan selain Ibn ‘Asakir. Semua orang sepakat akan hal ini, baik mereka yang sejalan dengan Ibn ‘Asakir sendiri, atau mereka yang memusuhinya” (Thabaqat asy-Syafi’iyyah, juz. 3, h. 364).
Lebih dari pada itu, al-Hafizh Ibn ‘Asakir sendiri dalam kitab Tabyin tersebut telah mengutip pernyataan para ulama hadits terkemuka (huffazh al-hadits) sebelumnya yang telah menafsirkan ayat tersebut demikian. Di antaranya adalah seorang ahli hadits terkemuka yang merupakan pimpinan mereka; al-Imam al-Hafizh Abu Bakar al-Baihaqi, penulis kitab Sunan al-Baihaqi.
Al-Hafizh Ibn ‘Asakir dalam Tabyin Kadzib al-Muftari menuliskan pernyataan al-Imam al-Baihaqi dengan sanadnya dari Yahya ibn Fadlillah al-‘Umari, dari Makky ibn ‘Allan, berkata: Telah mengabarkan kepada kami al-Hafizh Abu al-Qasim ad-Damasyqi, berkata: Telah mengabarkan kepada kami Syaikh Abu ‘Abdillah Muhammad ibn al-Fadl al-Furawy, berkata: Telah mengabarkan kepada kami al-Hafizh Abu Bakar Ahmad ibn al-Husain ibn ‘Ali al-Baihaqi, berkata:
“Sesungguhnya sebagian para Imam kaum Asy’ariyyah رضي الله عنهم memberikan pelajaran kepada kami tentang sebuah hadits yang diriwayatkan dari ‘Iyadl al-Asy’ari, bahwa ketika turun firman Allah: (Fa Saufa Ya’tillahu Bi Qaumin Yuhibbuhum Wa Yuhibbunahu…) QS. Al-Ma’idah: 54, Rasulullah j berisyarat kepada sahabat Abu Musa al-Asy’ari, seraya berkata: “Mereka adalah kaum orang ini”. Bahwa dalam hadits ini terdapat isyarat akan keutamaan, keagungan dan derajat kemuliaan bagi al-Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari. Karena tidak lain beliau adalah berasal dari kaum dan keturunan sahabat Abu Musa al-Asy’ari. Mereka adalah kaum yang diberi karunia ilmu dan pemahaman yang benar. Lebih khusus lagi mereka adalah kaum yang memiliki kekuatan dalam membela sunnah-sunnah Rasulullah dan memerangi berbagai macam bid’ah. Mereka memiliki dalil-dalil yang kuat dalam memerangi bebagai kebatilan dan kesesatan. Dengan demikian, pujian dalam ayat di atas terhadap kaum Asy’ariyyah bahwa mereka kaum yang dicintai Allah dan mencintai Allah, adalah karena telah terbukti bahwa akidah yang mereka yakini sebagai akidah yang hak, dan bahwa ajaran agama yang mereka bawa sebagai ajaran yang benar, serta terbukti bahwa mereka adalah kaum yang memiliki kayakinan yang sangat kuat. Maka siapapun yang di dalam akidah mengikuti ajaran-ajaran mereka, artinya dalam konsep keyakinan meniadakan keserupaan bagi Allah dengan segala makhluk-Nya, dan dalam metode memegang teguh al-Qur’an dan Sunnah, sesuai dan sejalan dengan faham-faham Asy’ariyyah maka ia berarti termasuk dari golongan mereka” (Tabyin Kadzib al-Mufari, h. 49-50. Tulisan al-Hafizh Ibn ‘Asakir ini dikutip pula oleh Tajuddin as-Subki dalam Thabaqat asy-Syafi’iyyah, j. 3, h. 362-363).
Al-Imam Tajuddin as-Subki dalam Thabaqat asy-Syafi’iyyah al-Kubra mengomentari pernyataan al-Imam al-Baihaqi di atas, beliau berkata sebagai berikut:
“Kita katakan; -tanpa kita memastikan bahwa ini maksud Rasulullah-, bahwa ketika Rasulullah j memukul punggung sahabat Abu Musa al-Asy’ari, sebagaimana dalam hadits di atas, seakan beliau sudah mengisyaratkan adanya kabar gembira bahwa kelak akan lahir dari keturunannya yang ke sembilan yaitu al-Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari. Sesungguhnya Rasulullah itu dalam setiap ucapannya terdapat berbagai isyarat yang tidak dapat dipahami kecuali oleh orang-orang yang mendapat karunia petunjuk Allah. Dan mereka itu adalah orang yang kuat dalam ilmu (ar-Rasikhun Fi al-‘Ilm) dan memiliki mata hati yang cerah. Firman Allah: (Seorang yang oleh Allah tidak dijadikan petunjuk baginya, maka sama sekali ia tidak akan mendapatkan petunjuk) QS. An-Nur: 40” (Thabaqat asy-Syafi’iyyah, j. 3, h. 363).
Al Hamdulillah, Allah telah mengarunikan iman dan tauhid yang suci ini kepada kita dengan mengenal Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah di atas jalan al-Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari.Jadi dapat dipahami bahwa pencipta aqidah Ahlu Sunnah wal Jama'ah itu bukanlah Imam Asy'ari dan Al-Maturidy tetapi itulah keyakinan Rasululloh j dan para sahabat. Imam Asy'ari hanyalah sebagai Muzhir (yang menyatakan/menzhohirkan) ketika aqidah Rasululloh j yang sebenarnya itu telah dikotori dan dicampuri oleh unsur-unsur diluar Islam.
Semoga kiranya terjemahan ini bermanfaat bagi hamba dan kaum Muslimin dan menjadi simpanan bagi hamba dalam menghadap Allah ta'ala.

DOWNLOAD KITAB
Kitab Tauhid Arab Melayu Terjemahan Duruts Tsamin.pdf - 939.0 KB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar