Alhamdulillah, atas sekalian nikmat-Nya yang selalu
tercurah bagi hamba yang jahil dan lemah ini yang diberi-Nya kesempatan untuk
menyelesaikan penterjemahan kitab ini walaupun dengan keadaan hamba yang jahil,
malas dan menyibukkan diri dengan perkara lain sehingga menjadikan proses
menterjemahan ini memakan waktu yang lama. Sholawat dan salam atas penghulu
kita Nabi Muhammad dan demikian pula untuk keluarga dan sahabatnya sekalian
sebanyak huruf yang tertulis dan tinta yang terpakai.
Amma ba'du, (adapun kemudian dari itu) inilah kitab
yang membahas tentang permasalahan 'aqidah yang begitu melekat di hati hamba,
sehingga sudah lama sekali keinginan untuk memterjemahkannya tergerak di hati
hamba, tetapi karena kekurangan ilmu dan pemahaman sehingga lama hamba menahan
diri. Adapun disini hamba beranikan karena mengharapkan taufiq dari Allah dan
memohon pada-Nya dengan kemegahan Nabi Muhammad j dan
dengan adanya bantuan yang sangat besar dari guru-guru hamba terutama Almarhum Mu'allim
Muhammad Alamsyah Nasution Tembung (Al-fatihah). Berharap hamba kiranya
terjemahan ini bermanfaat untuk kaum Muslimin yang ingin memahami 'aqidah
Ahlus-sunnah yang sebenarnya dengan bahasa Indonesia karena banyak kitab
Ahlus-sunnah dalam bahasa Arab dan Melayu yang sulit dipahami oleh yang tidak
memahami bahasanya, sementara di Negeri ini sekarang banyak sekali buku-buku
dengan paham Mujassimah dan juga Syi'ah yang karena mereka memiliki sumber dana
dan penerbit sendiri menjadikan buku-buku mereka merajai toko-toko buku. Perkara
ini sungguh sangat merisaukan hamba sehingga ini juga sebab mengapa hamba
beranikan diri dengan segala kebodohan dan kekurangan ilmu hamba.
Pada pengantar ini sedikit akan hamba jelaskan tentang
Ahlussunnah wal Jama'ah (ASWAJA) yang sebenarnya karena banyaknya orang yang
mengaku dengan Ahlussunnah wal Jama'ah sehingga mengelirukan orang awam. Istilah
“Ahlu Sunnah wal Jama'ah” diambil dari kata “Ahlu” yang berarti keluarga atau famili. Sedangkan “Sunnah” artinya jalan, tabi'at atau peri-kehidupan. “Jama'ah” artinya sekumpulan. Kemudian istilah “Ahlu Sunnah” lebih populer disebut dengan penganut
Sunnah Nabi Muhammad j dan istilah “Jama'ah”
artinya penganut keyakinan sahabat-sahabat Nabi j.
Jadi yang dimaksud dengan kaum Ahlu Sunnah wal Jama'ah adalah kaum yang meng-anut
i'tiqad/keyakinan sebagaimana i'tiqod Nabi Muhammad j dan para sahabatnya. I'tiqod Nabi dan
sahabat-sahabatnya tersebut telah termaktub dalam Al-Qur'an dan Sunnah Rasul
secara terpencar-pencar, belum tersusun rapi dan teratur, kemudian dikumpulkan
dan dirumuskan dengan rapi oleh seorang ulama besar Syeikh Abu Hasan al-Asy'ari
(Bashroh 260-324 H). Hasil rumusan beliau itu terwujud berupa kitab Tauhid yang
dijadikan pedoman oleh kaum Ahlu Sunnah wal Jama'ah. Karena itu pulalah kaum
Ahlu Sunnah wal Jama'ah disebut juga dengan kaum Asy'ariyyin atau kaum
Asy'ariyah, dihubungkan kepada Imam Abu Hasan al-Asy'ari.
Pelopor Ahlussunnah yang lain adalah Abu Manshur al-Maturidy. Hal ini
disebutkan oleh Al-'Allamah az-Zabidy didalam sebuah kitabnya ittihaf Sadat
al-muttaqin, merupakan syarah dari kitab Ihya 'Ulumiddin Imam al-Ghadzali :
اِذَا أُطْلِقَ
أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ فَالْمُرَادُ بِهِمُ الْأَشَاعِرَةُ
وَالْمَاتُرِدِيَّةُ
Artinya : “Apabila disebutkan kata Ahlu Sunnah wal Jama'ah, maka
maksudnya ialah orang-orang yang mengikuti rumusan (paham) Imam Asy'ari dan
Al-Maturidy”.
Karenanya
sebagai kunci bahwa yang dikatakan oleh Ahlu Sunnah wal Jama'ah itu ialah
golongan Islam yang dalam bidang tauhidnya mengikuti ajaran Imam Asy'ari dan
Imam Maturidy, sedang-kan dalam bidang fiqih mengikuti ajaran salah satu dari
Mazhab yang empat.
Banyak sekali
bukti-bukti tekstual, baik dari al-Qur’an maupun dari hadits, memberikan
isyarat akan kebenaran akidah Asy’ariyyah sebagai akidah Ahlussunnah Wal
Jama’ah. Oleh karena sangat banyak, maka saya tidak hendak mengutip semuanya,
namun paling tidak beberapa yang akan kita sebutkan di bawah ini adalah sebagai
kabar gembira bagi orang-orang yang memegang teguh akidah Asy’ariyyah bahwa
mereka berada di dalam kebenaran.
Dalam al-Qur’an Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا مَنْ
يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ
وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ
عَلَى
الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا
يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ (المائدة: 54(
Artinya : “Wahai sekalian
orang beriman barang siapa di antara kalian murtad dari agamanya, maka Allah
akan mendatangkan suatu kaum yang Dia cintai dan kaum tersebut mencintai Allah,
mereka adalah orang-orang yang lemah lembut kepada sesama orang mukmin dan
sangat kuat (ditakuti) oleh orang-orang kafir. Mereka kaum yang berjihad
dijalan Allah, dan mereka tidak takut terhadap cacian orang yang mencaci-maki”.
QS. al-Ma’idah: 54
Dalam sebuah hadits Shahih diriwayatkan
bahwa ketika turun ayat ini, Rasulullah j memberi-tahukan sambil menepuk pundak
sahabat Abu Musa al-Asy’ari, seraya bersabda: “Mereka (kaum tersebut) adalah
kaum orang ini!”.
Dari hadits ini para ulama menyimpulkan
bahwa kaum yang dipuji Allah dalam ayat di atas tidak lain adalah kaum
Asy’ariyyah. Karena sahabat Abu Musa al-Asy’ari adalah moyang dari al-Imam Abu
al-Hasan al-Asy’ari.
Dalam
penafsiran firman Allah di atas: (Maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang
Dia cintai dan kaum tersebut mencintai Allah) QS. Al-Ma’idah: 54, al-Imam
Mujahid, murid sahabat ‘Abdullah ibn ‘Abbas, berkata: “Mereka adalah kaum dari
negeri Saba’ (Yaman)”. Kemudian al-Hafizh Ibn ‘Asakir dalam Tabyin Kadzib
al-Muftari menambahkan: “Dan orang-orang Asy’ariyyah adalah kaum berasal dari
negeri Saba’” (Tabyin Kadzib al-Muftari Fi Ma Nusiba Ila al-Imam Abi al-Hasan
al-Asy’ari, h. 51).
Penafsiran ayat
di atas bahwa kaum yang dicintai Allah dan mencintai Allah tersebut adalah kaum
Asy’ariyyah, telah dinyatakan pula oleh para ulama terkemuka dari para ahli
hadits lainnya, selain al-Hafizh Ibn ‘Asakir. Namun, lebih dari cukup bagi kita
bahwa hal itu telah dinyatakan oleh al-Imam al-Hafizh Ibn ‘Asakir dalam kitab
Tabyin Kadzib al-Muftari. Beliau adalah seorang ahli hadits terkemuka (Afdlal
al-Muhaditsin) di seluruh daratan Syam (sekarang Siria, Palestina, Lebanon,
Yordania) pada masanya.
Al-Imam Tajuddin as-Subki dalam
Thabaqat asy-Syafi’iyyah menuliskan:
“Ibn ‘Asakir adalah termasuk
orang-orang pilihan dari umat ini, baik dalam ilmunya, agamanya, maupun dalam
hafalannya. Setelah al-Imam ad-Daraquthni tidak ada lagi orang yang sangat kuat
dalam hafalan selain Ibn ‘Asakir. Semua orang sepakat akan hal ini, baik mereka
yang sejalan dengan Ibn ‘Asakir sendiri, atau mereka yang memusuhinya”
(Thabaqat asy-Syafi’iyyah, juz. 3, h. 364).
Lebih dari pada itu, al-Hafizh Ibn
‘Asakir sendiri dalam kitab Tabyin tersebut telah mengutip pernyataan para
ulama hadits terkemuka (huffazh al-hadits) sebelumnya yang telah menafsirkan
ayat tersebut demikian. Di antaranya adalah seorang ahli hadits terkemuka yang
merupakan pimpinan mereka; al-Imam al-Hafizh Abu Bakar al-Baihaqi, penulis
kitab Sunan al-Baihaqi.
Al-Hafizh Ibn
‘Asakir dalam Tabyin Kadzib al-Muftari menuliskan pernyataan al-Imam al-Baihaqi
dengan sanadnya dari Yahya ibn Fadlillah al-‘Umari, dari Makky ibn ‘Allan,
berkata: Telah mengabarkan kepada kami al-Hafizh Abu al-Qasim ad-Damasyqi,
berkata: Telah mengabarkan kepada kami Syaikh Abu ‘Abdillah Muhammad ibn
al-Fadl al-Furawy, berkata: Telah mengabarkan kepada kami al-Hafizh Abu Bakar
Ahmad ibn al-Husain ibn ‘Ali al-Baihaqi, berkata:
“Sesungguhnya sebagian para Imam kaum
Asy’ariyyah رضي
الله عنهم memberikan pelajaran kepada kami tentang
sebuah hadits yang diriwayatkan dari ‘Iyadl al-Asy’ari, bahwa ketika turun
firman Allah: (Fa Saufa Ya’tillahu Bi Qaumin Yuhibbuhum Wa Yuhibbunahu…) QS.
Al-Ma’idah: 54, Rasulullah j berisyarat
kepada sahabat Abu Musa al-Asy’ari, seraya berkata: “Mereka adalah kaum orang
ini”. Bahwa dalam hadits ini terdapat isyarat akan keutamaan, keagungan dan
derajat kemuliaan bagi al-Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari. Karena tidak lain
beliau adalah berasal dari kaum dan keturunan sahabat Abu Musa al-Asy’ari.
Mereka adalah kaum yang diberi karunia ilmu dan pemahaman yang benar. Lebih
khusus lagi mereka adalah kaum yang memiliki kekuatan dalam membela
sunnah-sunnah Rasulullah dan memerangi berbagai macam bid’ah. Mereka memiliki
dalil-dalil yang kuat dalam memerangi bebagai kebatilan dan kesesatan. Dengan
demikian, pujian dalam ayat di atas terhadap kaum Asy’ariyyah bahwa mereka kaum
yang dicintai Allah dan mencintai Allah, adalah karena telah terbukti bahwa
akidah yang mereka yakini sebagai akidah yang hak, dan bahwa ajaran agama yang
mereka bawa sebagai ajaran yang benar, serta terbukti bahwa mereka adalah kaum
yang memiliki kayakinan yang sangat kuat. Maka siapapun yang di dalam akidah
mengikuti ajaran-ajaran mereka, artinya dalam konsep keyakinan meniadakan
keserupaan bagi Allah dengan segala makhluk-Nya, dan dalam metode memegang
teguh al-Qur’an dan Sunnah, sesuai dan sejalan dengan faham-faham Asy’ariyyah
maka ia berarti termasuk dari golongan mereka” (Tabyin Kadzib al-Mufari, h.
49-50. Tulisan al-Hafizh Ibn ‘Asakir ini dikutip pula oleh Tajuddin as-Subki
dalam Thabaqat asy-Syafi’iyyah, j. 3, h. 362-363).
Al-Imam
Tajuddin as-Subki dalam Thabaqat asy-Syafi’iyyah al-Kubra mengomentari
pernyataan al-Imam al-Baihaqi di atas, beliau berkata sebagai berikut:
“Kita katakan; -tanpa kita memastikan
bahwa ini maksud Rasulullah-, bahwa ketika Rasulullah j memukul
punggung sahabat Abu Musa al-Asy’ari, sebagaimana dalam hadits di atas, seakan
beliau sudah mengisyaratkan adanya kabar gembira bahwa kelak akan lahir dari
keturunannya yang ke sembilan yaitu al-Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari.
Sesungguhnya Rasulullah itu dalam setiap ucapannya terdapat berbagai isyarat
yang tidak dapat dipahami kecuali oleh orang-orang yang mendapat karunia petunjuk
Allah. Dan mereka itu adalah orang yang kuat dalam ilmu (ar-Rasikhun Fi
al-‘Ilm) dan memiliki mata hati yang cerah. Firman Allah: (Seorang yang oleh
Allah tidak dijadikan petunjuk baginya, maka sama sekali ia tidak akan
mendapatkan petunjuk) QS. An-Nur: 40” (Thabaqat asy-Syafi’iyyah, j. 3, h. 363).
Al Hamdulillah,
Allah telah mengarunikan iman dan tauhid yang suci ini kepada kita dengan
mengenal Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah di atas jalan al-Imam Abu al-Hasan
al-Asy’ari.Jadi dapat dipahami bahwa
pencipta aqidah Ahlu Sunnah wal Jama'ah itu bukanlah Imam Asy'ari dan
Al-Maturidy tetapi itulah keyakinan Rasululloh j
dan para sahabat. Imam Asy'ari hanyalah sebagai Muzhir (yang menyatakan/menzhohirkan)
ketika aqidah Rasululloh j yang sebenarnya itu telah dikotori dan dicampuri oleh
unsur-unsur diluar Islam.
Semoga kiranya terjemahan ini bermanfaat bagi hamba
dan kaum Muslimin dan menjadi simpanan bagi hamba dalam menghadap Allah ta'ala.
DOWNLOAD KITAB
Kitab Tauhid Arab Melayu Terjemahan Duruts Tsamin.pdf - 939.0 KB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar